BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sejak awal abad Masehi sudah ada
rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai
daerah di daratan Asia Tenggara. Asia Tenggara merupakan wilayah yang menjadi
titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang melimpah ruah (rempah-rempah)
yang menarik bagi para pedagang, dan menjadi pusat daerah lalu-lintas laut
antara India dan China.
Sedangkan Islam masuk ke Indonesia
pada abad pertama Hijriah atau abad ke- tujuh/delapan Masehi. Hal itu ditandai
dengan ditemukannya makam Fatimiah binti Maimun di Leran (Gresik) yang berangka
tahun 475 H (1083 M), dan makam-makam di Trayala menjelang abad ke- 13 M. dan
berdasakan berita Tome Pires (1512-1515), dalam Suma Orientalnya dapat
diketahui bahwa daerah-daerah di bagian pesisir Sumatra Utara dan Timur Selat
Malaka, yaitu dari Aceh sampai Palembang sudah banyak terdapat masyarakat dan
kerajaan-kerajaan Islam. Akan tetapi, menurut berita itu, daerah-daerah yang
belum Islam juga masih banyak yaitu Palembang dan daerah-daerah pedalaman. [1]
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa sajakah teori masuknya Islam di
Indonesia ?
2. Bagaimana kondisi dan politik
kerajaan-kerajaan di Indonesia ?
3. Sebutkan saluran dan cara Islamisasi
di Indonesia ?
4. Apa sebab-sebab Islam cepat
berkembang di Indonesia ?
C. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui proses islamisasi di
Indonesia
2. Melaksanakan tugas mata pelajaran
Sejarah
3. Perbaikan Nilai
BAB II
PEMBAHASAN
A. TEORI MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA
Islamlamisasi merupakan suatu proses yang sangat penting
dalam sejarah Islam di Indonesia, dan juga yang paling tidak jelas. Ketidak
jelasan ini, antara lain, terletak pada pertanyaan kapan Islam datang, darimana
Islam berasal, siapa yang menyebarkan Islam di Indonesia pertama kali, dan
sebagainya. Beberapa hal tersebut sampai sekarang masih menjadi polemic para
ahli sejarah, karena hal ini memang tidak bisa dilepaskan dari sudut pandang,
data yang ditemukan, dan interpretasi terhadap data peneliti itu sendiri.
Selain itu, juga disebabkan oleh kurangnya data yang dapat mendukung suatu
teori tertentu dan oleh sifat sepihak dari teori yang ada.
Kondisi seperti ini memaksa beberapa pakar untuk memunculkan
teori-teori dalam kaitannya dengan Islamisasi dan perkembangan Islam di
Indonesia. Paling tidak, ada empat teori yang dimunculkan .[2]
Teori pertama, adalah “teori India” dilontarkan oleh Snouck Hurgronje.
Ia mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia dari wilayang-wilayah yang
terdapat di anak benua India. Tempat-tempat, seperti Gujarat, Bengali, dan
Malabar disebut-sebut sebagai alat masuknya Islam ke Indonesia. Teori tersebut
berdasarkan pengamatan tidak terlihatnya peran dan nilai-nilai Arab yang ada
dalam Islam pada masa-masaawal, yaitu pada abad ke-12 atau 13 M. Snouck juga
mengatakan, teorinya didukung dengan adanaya hubungan yang sudah terjalin lama
antara wilayah Indonesia dengan daratan India. Teori ini sebenarnya sudah
dimunculkan terlebih dahulu oleh Pijnappel, seorang sarjana dari Universitas
Leiden. Namun, nama Snouck Hurgronje-lah yang kemudian lebih popular memasarkan
teori Gujaratini. Teori ini di ikuti dan dikembangkan oleh banyak sarjana Barat
lainnya, termasuk penerus teori tersebut yang berasal dari kalangan sejarawan
Timur. Hal ini menunjukkan bahwa bahasan utama tentang sejarah yang
membicarakan awal mula masuknya Islam ke Indonesia dalam teori ini sangat
dipengaruhi sumber-sumber kolonialis. Sebagaimana dilaporkan Arsyad, Snouck
Hugronje dalam suatu kesempatan di Leiden tahun 1907 pernah berkata “Our
supply of factural data on the earliest period of Islam in the East Indies is
poor” (sumber data factual yang kami miliki tentang periode awal masuknya
Islam di Hindia Timur sangat minim).
Teori kedua, adalah teori Persia. Tanah Persia
disebut-sebut sebagai tempat awal Islam datang di Indonesia. Sandaran teori
ini, yaitu adanya kesamaan budaya yang dimiliki oleh beberapa kelompok
masyarakat Islam dengan penduduk Persia. Contohnya, peringatan 10 Muharam yang
dijadikan sebagai hari peringatan wafatnya Hasan dan Husein. Selain itu juga
beberapa serapan bahasa yang diyakini berasal dari wilayah Iran, misalnya kata jabar
dan zabar, jer dan zeer, dan sebagainya. Teori ini
menyakini bahwa Islam masuk ke wilayah Indonesia pada abad ke-13 M. adapun
wilayah pertama yang disinggahi adalah kewasan Samudra Pasai.
Teori ketiga,adalah teori Arabia atau teori
Mekah. Teori ini merupakan kritik terhadap kedua teori yang telah dipaparkan di
atas. Teori ini menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Mekah
dan Madinah. Waktu kedatangannya pun jauh lebih awal dari teori pertamma dan
kedua (abad ke-12 dan 13), yaitu pada abad ke-7 M. Ini berarti, Islam sudah
masuk ke Indonesia pada awal abad pertama Hijriah. Ketika itu, pemerintahan
Islam masih berada di tangan Khulafaur Rasyidin. Dalam sumber literature
Cina, disebutkan bahwa menjelang per empat pertama abad ke-7 M, banyak erdapat
perkapungan Arab-Muslim di pesisir pantai Sumatra. Kitab sejarah Cina yang
berjudul Chiu T’hang Shu menyebutkan, perkampungan ini pernah mendapat
kunjungan diplomatic dari orang-orang Ta Shih (orang Arab) pada tahun
651 Masehi atau 31 Hijriah. Pada pertengahan abad ke-7 M, berdiri beberapa
perkampungan Muslim di wilayah Kanfu atau yang sekarang dikenal sebagai Kanton.[3]
Teori keempat, adalah teori China. Peranan orang
China terhadap Islamisasi di Indonesia perlu mendapat perhatian. Banyaknya
unsur kebudayaan China dalam beberapa unsur kebudayaan Islam di Indonesia perlu
mempertimbankan peran orang-orang China dalam Islamisasi di Nusantara.
Karenanya, “teori China” dalam Islamisasi Indonesia tidak bisa diabaikan. H. J.
de Graaf, misalnya, telah menyunting beberapa literature Jawa klasik (Catatan
Tahunan Melayu) yang memperhatikan peranan orang-orang China dalam
pengembangan Islam di Indonesia. [4]
B. KONDISI DAN SITUASI POLITIK
KERAJAAN-KERAJAAN DI INDONESIA
Kedatangan Islam diberbagai daerah
di Indonesia tidaklah bersamaan. Kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang di
datanginya memepunyai situasi politik dan sosial-budaya yang berlainan. Pada
abad ke-7 sampai ke-8 M, kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya ke daerah
Semenanjung Malaka sampai Kedah. Keterlibatan orang-orang Islam dalam bidang
politik baru terlihat pada abad ke-9 M, ketika mereka terlibat dalam
pemberontakan petani-petani Cina terhadap kekuasaan T’ang pada masa
pemerintahan Kaisar Hi-Tsung (878-889 M). Akibat pemberontakan itu, kaum
muslimin banyak yang dibunuh. Sebagian lainnya lari ke Kedah, wilayah yang
masuk kekuasaan Sriwijaya pada waktu itu memang melindungi orang-orang muslim
di wilayah kekuasaannya. Kemajuan politik dan ekonomi Sriwijaya berlangsung
sampai abad ke-12 M. Pada akhir abad ke-12 M, kerajaan ini mulai memasuki masa
kemundurannya. Kemunduran politik dan ekonomi Sriwijaya dipercepat oleh
usaha-usaha kerajaan Singasari yang sedang bangkit di Jawa. Kerajaan Jawa ini
melakukan ekspedisi Pamaluyu tahun 1275 M dan berhasil mengalahkan kerajaan
Melayu di Sumatera. Keadaan itu mendorong daerah-daerah di Selat Malaka yang
dikuasai kerajaan Sriwijya melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan tersebut.
Kelemahan Sriwijaya dimanfaatkan
pula oleh pedagang-pedagang muslim untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan
politik dan perdagangan. Mereka mendukung daerah-daerah yang muncul dan daerah
yang menyatakan diri sebagai kerajaan bercorak Islam, yaitu kerajaan Samudera
Pasai di pesisir Timur Laut Aceh. Daerah ini sudah disinggahi pedagang-pedagang
Muslim sejak abad ke-7 dan ke-8 M. Proses Islamisasi tentu berjalan di sana
sejak abad tersebut. Kerjaan Samudera pasai dengan segera berkembang baik dalam
bidang politik maupun perdagangan.
Karena kekacauan-kekacauan dalam
negeri sendiri akibat perebutan kekuasaan di istana, kerajaan Singasari, juga
pelanjutnya, Majapahit, tidak mampu mengontrol daerah Melayu dan Selat malaka
dapat berkembang dan mencapai puncak kekuasaannya hingga abad ke-16 M.[5]
C. SALURAN DAN CARA-CARA ISLAMISASI DI INDONESIA
Sejak masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia memerlukan
proses yang sangat panjang dan melalui saluran-saluran Islamisasi yang beragam,
seperti perdagangan, kesenian, pendidikan, perkawinan, tarekat (tasawuf. [6]
Saluran
dan cara-caranya antara lain:
1.
Saluran Islamisasi dengan media perdagangan , jalur ini
terjadi karena orang-orang Melayu telah lama menjalin kontak dagang dengan
orang Arab. Apalagi setelah berdirinya kerajan Islam Malaka dan Samudra Pasai
di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan pedagang Arab datang ke nusantara
(Indonesia). Selain mencari keuntungan duniawi, mereka juga mencari keuntungan
rohano, yaitu dengan menyiarkan Islam. Dengan kata lain, mereka berdagang
dengan menyiarkan agama Islam.
2.
Islamisasi di Indonesia juga menggunakan media-media
kebudayaan atau kesenian, sebagaimana yang dilakukan oleh para Wali Sanga di
pulau Jawa. Misalnya, Sunan Kalijaga dengan pengembangan kesenian wayang.
Sedangkan Sunan Giri menciptakan banyak sekali mainan anak-anak, seperti,
jalungan, jamuran , ilir-ilir, cublak suweng, dan lain-lain.
3.
Pendidikan juga mempunyai andil yang sangat besar dalam
penyebaran Islam di Indonesia, salah satu lembaga pendidikan yang dikembangkan
oleh para ulama dalam mengembangkan syiar Islam ialah melalui pesantren. Para ulama
yang menyebarkan Islam di seluruh pelosok nusantara adalah jebolan pesantren
tersebut. Dan sampai sekarang, pesantren terbukti menjadi sarana utama dan
sangat strategis dalam memerankan kendali penyebaran Islam di seluruh
Indonesia.[7]
4.
Islamisasi melalui saluran perkawinan akan lebih
menguntungkan jika terjadi antara saudagar Muslim, ulama, atau golongan lain
dengan anak perempuan raja, bangsawan, atau anak-anak pejabat kerajaan lainnya.
Hal ini mengingat status sosial, ekonomi, dan politik mereka pada konteks waktu
itu akan turut mempercepat proses Islamisasi.
5.
Tasawuf juga menjadi saluran penting dalam proses Islamisasi
di Indonesia. Tasawuf juga termasuk kategori media yang berfungsi dan membentuk
kehidupan sosial bangsa Indonesia yang meninggalkan banyak bukti jelas berupa
naskah-naskah antara abad ke-13 dan ke-18 M. Hal ini berhubungan langsung
dengan penyebaran Islam di Indonesia dan memegang sebagian peranan
penting dalam organisasi masyarakat di kota-kota pelabuhan. Tidak jarang ajaran
tasawuf ini disesuaikan dengan ajaan mistik local yang sudah dibentuk
kebudayaan Hindu-Budha. Mereka bersedia memakai unsur-unsur kultur pra-Islam
untuk menyebarkan agama Islam. Menurut A. H. Johns, ajaran Jawa,
misalnya, dipertahankan sedangkan tokoh-tokohnya diberi nama Islam, seperti
dalam cerita Bimasuci yang disadur menjadi Hikayat Syech Magribi. Ajaran
mistik semacam itu juga terdapat pada kelompok-kelompok mistik abad ke-19,
seperti Sumarah, Sapta Dharma, Bratakesawa,dan pangestu.[8]
6.
Islamisasi melalui dakwah. Selain oleh para pedagang, Islam
juga didakwahkan dan disebarkan oleh para ulama yang memang berniat datang atau
ditugaskan untuk mengakarkan ajaran tauhid. Tidak hanya para ulama dan pedagang
yang datang ke Indonesia, orang-orang Indonesia pun banyak pula yang mendalami
Islam dan datang langsung ke sumbernya, terutama di Mekkah atau Madinah.
Kapal-kapal dan ekspedisi dari Aceh terus berlayar menuju Timur Tengah pada
awal abad ke-16 M. bahkan, pada tahun 974 Hijriah atau 1566 Masehi, dilaporkan
ada lima kapal kesultanan Asyi (Aceh) yang berlabuh di Bandar pelabuhan Jeddah.
Selain di Pulau Sumatra, dakwah Islam juga dilakukan dalam waktu yang bersamaan
di Pulau Jawa. Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam mengungkapkan,
pada tahun 674-675 M, duta orang-orang Ta Shih (Arab) untuk Cina adalah
sahabat Rasulllah SAW., yaitu Muawiyah bin Abi Sufyan, yang secara diam-diam
meneruskan perjalanan hingga ke Pulau Jawa. Proses dakwah yang panjang, yang
salahsatunya dilakukan oleh Walisongo merupakan rangkaian kerja yang dimulai
sejak observasi yang pernah dilakukan oleh sahabat Rasulullah SAW., yaitu
Muawiyah bin Sufyan.[9]
D. SEBAB-SEBAB ISLAM CEPAT
BERKEMBANG DI INDONESIA
Sekitar permulaan abad XV, Islam
telah memperkuat kedudukannya di Malaka, pusat rute perdagangan Asia Tenggara
yang kemudian melebarkan saypnya ke wilayah-wilayah Indonesia lainnya. Pada
permulaan abad tersebut, Islam sudah bisa menjejakkan kakinya ke Maluku, dan
yang terpenting ke beberapa kota perdagangan di pesisir Utara pulau Jawa yang
selama beberapa abad menjadi pusat kerajaan Hindu yaitu Kerajaan Majapahit.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama yakni permulaan abad XVII, dengan masuk
Islamnya penguasa kerajaan Mataran yaitu Sultan Agung, kemenangan agama
tersebut hampir meliputi sebagian besar wilayah Indonesia. [10]
Ada beberapa hal yang menyebabkan
agama Islam cepat berkembang di Indonesia. Menurut Dr. Adil Muhyidin Al-Allusi,
seorang penulis sejarah Islam dari Timur Tengah, menyebabkan Islam cepat
berkembang di Indonesia, yaitu sebagai berikut :
a. Faktor Agama
Faktor agama, yaitu akidah Islam itu
sendiri dan dasar-dasarnya yang memerintahkan menjujung tinggi kepribadian dan
meningkatkan harkat dan martabatnya, menghapuskan kekuasaan kelas rohaniwan
seperti Brahmana dalam sistem kasta yang di ajarkan Hindu. Masyarakat yang
diyakinkan bahwa dalam Islam semua lapisan masyarakat sama kedudukannya, tidak
ada yang lebih utama dalam pandangan Allah kecuali karena taqwanya. Mereka juga
sama didalam hukum, tidak ada yang di istimewakan meskipun ia keturunan
bangsawan. Dengan demikian, semua lapisan masyarakat dapat saling hidup rukun,
bersaudara, bergotong royong, saling menghargai, saling mengasihi, bersikap
adil, sehingga toleransi Islam merupakan ciri utama bangsa ini yang dikenal
dunia dewasa ini. Selain itu akidah sufi kaum muslimin juga ikut membantu
memasyarakatkan Islam di Indonesia, karena memiliki banyak persamaan dengan
kepercayaan kuno Indonesia, yang cenderung menghargai pada pandangan dunia
mistik. Seperti kepercayaan pada tiga dewa, yaitu dewa kecantikan, dewa
kemahiran, dan dewa kesenian, yang diwariskan Hindu yang dasarnya menganut
animism.
b. Faktor Politik
Faktor politik yang diwarnai oleh
pertarungan dalam negeri antara Negara-negara dan penguasa-penguasa Indonesia,
serta oleh pertarungan Negara-negara bagian itu dengan pemerintah pusatnya yang
beragama Hindu. Hal tersebut mendorong para penguasa, para bangsawan dan para
pejabat di Negara-negara bagian tersebut untuk menganut agama Islam, yang di
pandang mereka sebagai senjata ampuh untuk melawan dan menumbangkan kekuatan
Hindu. Hal itu dapat di buktikan hingga kini, bahwa apabila semangat keIslaman
dibangkitkan ditengah-tengah masyarakat Indonesia, baik di Sumatra, Jawa maupun
kepulauan Indonesia lainnya, dengan mudah sekali seluruh kekuatan dan semangat
keIslaman itu akan bangkit serentak sebagai suatu kekuatan yang dahsyat.
c. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomis yang pertama
diperankan oleh para pedagang yang menggunakan jalan laut, baik antar kepulauan
Indonesia sendiri, maupun yang melampaui perairan Indonesia ke China, India,
dan Teluk Arab/Parsi yang merupakan pendukung utamanya, karena telah memberikan
keuntungan yang tidak sedikit sekaligus mendatangkan bea masuk yang besar bagi
pelabuhan-pelabuhan yang disinggahinya, baik menyangkut barang-barang yang
masuk maupun yang keluar. Karena perdagangan melalui lautan Indonesia dan India
hamper seluruhnya dikuasai pedagang Arab, maka para pejabat dan bangsawan itu
yang bertindak sebagai agen-agen barang Indonesia yang akan dikirim ke luar dan
sebagai penyalur barang-barang yang masuk ke Indonesia banyak berhubungan
dengan para pedagang muslim Arab yang sekligus mengajak mereka.[11]
Dalam waktu yang retalive cepat,
ternyata agama Islam dapat diterima dengan baik oleh sebagian besar lapisan
masyarakat Indonesia, mulai dari rakyat jelata hingga kaum bangsawan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
agama Islam dapat berkembang cepat di Indonesia. Di antaranya sebagai berikut :
1.
Syarat masuk Islam sangatlah mudah. Seseorang hanya butuh
mengucap syahadat untuk bisa secara resmi menganut agama Islam.
2.
Agama Islam tidak mengenal sistem pembagian masyarakat
berdasarkan kasta. Dalam ajaran agama Islam tidak dikenal adanya berbedaan
golongan dalam masyarakat.
3.
Penyebaran agama Islam dilakukan dengan jalan yang relative
damai (tanpa melalui kekerasan).
4.
Sifat bangsa Indonesia yang ramah tamah memberi peluang
untuk bergaul lebih erat dengan bangsa lain.
5.
Upacara-upacara keagamaan dalam Islam lebih sederhana.[12]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Islamlamisasi merupakan suatu proses
yang sangat penting dalam sejarah Islam di Indonesia, dan juga yang paling
tidak jelas. Ketidak jelasan ini, antara lain, terletak pada pertanyaan kapan
Islam datang, darimana Islam berasal, siapa yang menyebarkan Islam di Indonesia
pertama kali, dan sebagainya.
Kondisi seperti ini memaksa beberapa
pakar untuk memunculkan teori-teori dalam kaitannya dengan Islamisasi dan
perkembangan Islam di Indonesia. Paling tidak, ada empat teori yang dimunculkan
.
a.
Teori pertama, adalah teori India.
b.
Teori kedua, adalah teori Persia.
c.
Teori ketiga,adalah teori Arabia atau teori Mekah.
d.
Teori keempat, adalah teori China.
Pada abad ke-7 sampai ke-8 M,
kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya ke daerah Semenanjung Malaka sampai
Kedah. Keterlibatan orang-orang Islam dalam bidang politik baru terlihat pada
abad ke-9 M, ketika mereka terlibat dalam pemberontakan petani-petani Cina
terhadap kekuasaan T’ang pada masa pemerintahan Kaisar Hi-Tsung (878-889 M).
Kemajuan politik dan ekonomi Sriwijaya berlangsung sampai abad ke-12 M. Pada
akhir abad ke-12 M, kerajaan ini mulai memasuki masa kemundurannya.
Saluran dan
cara-caranya antara lain:
a.
Saluran Islamisasi dengan media perdagangan.
b.
Saluran Islamisasi dengan kebudayaan atau kesenian.
c.
Saluran Islamisasi dengan pendidikan.
d.
Saluran Islamisasi dengan perkawinan.
e.
Saluran Islamisasi dengan tasawuf.
f.
Saluran Islamisasi dengan dakwah.
Ada beberapa hal yang menyebabkan
agama Islam cepat berkembang di Indonesia. Menurut Dr. Adil Muhyidin Al-Allusi,
seorang penulis sejarah Islam dari Timur Tengah, menyebabkan Islam cepat
berkembang di Indonesia, yaitu sebagai berikut :
1.
Faktor
agama.
2.
Faktor
politik.
3.
Faktor
ekonomi.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
agama Islam dapat berkembang cepat di Indonesia. Di antaranya sebagai berikut :
a.
Syarat masuk Islam sangatlah mudah.
b.
Agama Islam tidak mengenal sistem pembagian masyarakat
berdasarkan kasta.
c.
Penyebaran agama Islam dilakukan dengan jalan yang relative
damai (tanpa melalui kekerasan).
d.
Sifat bangsa Indonesia yang ramah tamah memberi peluang
untuk bergaul lebih erat dengan bangsa lain.
e.
Upacara-upacara keagamaan dalam Islam lebih sederhana.
B.
PENUTUP
Demikian pembahasan makalah kami mengenai “Proses Islamisasi di Indonesia”.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan
penulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami
harapkan untuk kesempurnaan makalah ini dan selanjutnya. Semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pada pemakalah khusunya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Azizi, Abdul Syukur. Kitab Sejarah Peradaban Islam
Terlengkap, Jogjakarta: Saufa, 2014, cet. 1.
Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:
AMZAH, 2009, cet 1.
Darsono, dkk. Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam, Solo:
PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2006, cet 1.
Huda, Nur. Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual
Islam di Indonesia, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007, cet. 1.
Sholikhin, M. Sejarah Peradaban Islam, Semarang:
RaSAIL, 2005, cet. 1.
Suparman dan Sulasman, Sejarah Islam di Asia dan Eropa
Dari Masa Klasik Hingga Masa Modern, Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2013, CET.
1
Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia
Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004, cet. 1.
Poesponegoro, Marwati Djoened, Sejarah Nasional Indonesia
III, Jakarta: Balai Pustaka, 2008, cet. 2.
[1]
Drs. H. M. Sholikhin, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang:
RaSAIL, 2005), cet. 1, hlm. 116-117.
[2]
Nur Huda, Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), cet. 1, Hlm. 31-32.
[3]
Sulasman dan Suparman, Sejarah Islam di Asia dan Eropa, (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2013), cet. 1, hlm. 299-301.
[4]
Nur Huda, Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), cet. 1, Hlm. 38.
[5]
Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2008), cet. 2, hlm. 1-4.
[6]
Nur Huda, Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), cet. 1, Hlm. 44.
[7]
Abdul Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap,
(Jogjakarta: Saufa, 2014), cet. 1, hlm. 450.
[8] Nur Huda, Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual
Islam di Indonesia, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), cet. 1, Hlm. 46-47.
[9]
Sulasman dan Suparman, Sejarah Islam di Asia dan Eropa, (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2013), cet. 1, hlm. 302-302.
[10]
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2004), cet. 1, hlm. 291.
[12]
Darsono, dkk, Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam, (Solo: PT. Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2008), hlm. 7-8.
Komentar
Posting Komentar
Jangan lupa komentarnya ya....!!!!!