MAKALAH : PROSES ISLAMISASI DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Sejak awal abad Masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Asia Tenggara merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang melimpah ruah (rempah-rempah) yang menarik bagi para pedagang, dan menjadi pusat daerah lalu-lintas laut antara India dan China.
Sedangkan Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriah atau abad ke- tujuh/delapan Masehi. Hal itu ditandai dengan ditemukannya makam Fatimiah binti Maimun di Leran (Gresik) yang berangka tahun 475 H (1083 M), dan makam-makam di Trayala menjelang abad ke- 13 M. dan berdasakan berita Tome Pires (1512-1515), dalam Suma Orientalnya dapat diketahui bahwa daerah-daerah di bagian pesisir Sumatra Utara dan Timur Selat Malaka, yaitu dari Aceh sampai Palembang sudah banyak terdapat masyarakat dan kerajaan-kerajaan Islam. Akan tetapi, menurut berita itu, daerah-daerah yang belum Islam juga masih banyak yaitu Palembang dan daerah-daerah pedalaman. [1]

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa sajakah teori masuknya Islam di Indonesia ?
2.      Bagaimana kondisi dan politik kerajaan-kerajaan di Indonesia ?
3.      Sebutkan saluran dan cara Islamisasi di Indonesia ?
4.      Apa sebab-sebab Islam cepat berkembang di Indonesia ?

C.     TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Mengetahui proses islamisasi di Indonesia
2.      Melaksanakan tugas mata pelajaran Sejarah
3.      Perbaikan Nilai






BAB II
PEMBAHASAN

A.    TEORI MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA
Islamlamisasi merupakan suatu proses yang sangat penting dalam sejarah Islam di Indonesia, dan juga yang paling tidak jelas. Ketidak jelasan ini, antara lain, terletak pada pertanyaan kapan Islam datang, darimana Islam berasal, siapa yang menyebarkan Islam di Indonesia pertama kali, dan sebagainya. Beberapa hal tersebut sampai sekarang masih menjadi polemic para ahli sejarah, karena hal ini memang tidak bisa dilepaskan dari sudut pandang, data yang ditemukan, dan interpretasi terhadap data peneliti itu sendiri. Selain itu, juga disebabkan oleh kurangnya data yang dapat mendukung suatu teori tertentu dan oleh sifat sepihak dari teori yang ada.
Kondisi seperti ini memaksa beberapa pakar untuk memunculkan teori-teori dalam kaitannya dengan Islamisasi dan perkembangan Islam di Indonesia. Paling tidak, ada empat teori yang dimunculkan .[2] Teori pertama, adalah “teori India” dilontarkan oleh Snouck Hurgronje. Ia mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia dari wilayang-wilayah yang terdapat di anak benua India. Tempat-tempat, seperti Gujarat, Bengali, dan Malabar disebut-sebut sebagai alat masuknya Islam ke Indonesia. Teori tersebut berdasarkan pengamatan tidak terlihatnya peran dan nilai-nilai Arab yang ada dalam Islam pada masa-masaawal, yaitu pada abad ke-12 atau 13 M. Snouck juga mengatakan, teorinya didukung dengan adanaya hubungan yang sudah terjalin lama antara wilayah Indonesia dengan daratan India. Teori ini sebenarnya sudah dimunculkan terlebih dahulu oleh Pijnappel, seorang sarjana dari Universitas Leiden. Namun, nama Snouck Hurgronje-lah yang kemudian lebih popular memasarkan teori Gujaratini. Teori ini di ikuti dan dikembangkan oleh banyak sarjana Barat lainnya, termasuk penerus teori tersebut yang berasal dari kalangan sejarawan Timur. Hal ini menunjukkan bahwa bahasan utama tentang sejarah yang membicarakan awal mula masuknya Islam ke Indonesia dalam teori ini sangat dipengaruhi sumber-sumber kolonialis. Sebagaimana dilaporkan Arsyad, Snouck Hugronje dalam suatu kesempatan di Leiden tahun 1907 pernah berkata “Our supply of factural data on the earliest period of Islam in the East Indies is poor” (sumber data factual yang kami miliki tentang periode awal masuknya Islam di Hindia Timur sangat minim).
Teori kedua, adalah teori Persia. Tanah Persia disebut-sebut sebagai tempat awal Islam datang di Indonesia. Sandaran teori ini, yaitu adanya kesamaan budaya yang dimiliki oleh beberapa kelompok masyarakat Islam dengan penduduk Persia. Contohnya, peringatan 10 Muharam yang dijadikan sebagai hari peringatan wafatnya Hasan dan Husein. Selain itu juga beberapa serapan bahasa yang diyakini berasal dari wilayah Iran, misalnya kata jabar dan zabar, jer dan zeer, dan sebagainya. Teori ini menyakini bahwa Islam masuk ke wilayah Indonesia pada abad ke-13 M. adapun wilayah pertama yang disinggahi adalah kewasan Samudra Pasai.
Teori ketiga,adalah teori Arabia atau teori Mekah. Teori ini merupakan kritik terhadap kedua teori yang telah dipaparkan di atas. Teori ini menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Mekah dan Madinah. Waktu kedatangannya pun jauh lebih awal dari teori pertamma dan kedua (abad ke-12 dan 13), yaitu pada abad ke-7 M. Ini berarti, Islam sudah masuk ke Indonesia pada awal abad pertama Hijriah. Ketika itu, pemerintahan Islam masih berada di tangan Khulafaur Rasyidin. Dalam sumber literature Cina, disebutkan bahwa menjelang per empat pertama abad ke-7 M, banyak erdapat perkapungan Arab-Muslim di pesisir pantai Sumatra. Kitab sejarah Cina yang berjudul Chiu T’hang Shu menyebutkan, perkampungan ini pernah mendapat kunjungan diplomatic dari orang-orang Ta Shih (orang Arab) pada tahun 651 Masehi atau 31 Hijriah. Pada pertengahan abad ke-7 M, berdiri beberapa perkampungan Muslim di wilayah Kanfu atau yang sekarang dikenal sebagai Kanton.[3]
Teori keempat, adalah teori China. Peranan orang China terhadap Islamisasi di Indonesia perlu mendapat perhatian. Banyaknya unsur kebudayaan China dalam beberapa unsur kebudayaan Islam di Indonesia perlu mempertimbankan peran orang-orang China dalam Islamisasi di Nusantara. Karenanya, “teori China” dalam Islamisasi Indonesia tidak bisa diabaikan. H. J. de Graaf, misalnya, telah menyunting beberapa literature Jawa klasik (Catatan Tahunan Melayu) yang memperhatikan peranan orang-orang China dalam pengembangan Islam di Indonesia. [4]

B.     KONDISI DAN SITUASI POLITIK KERAJAAN-KERAJAAN DI INDONESIA
Kedatangan Islam diberbagai daerah di Indonesia tidaklah bersamaan. Kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang di datanginya memepunyai situasi politik dan sosial-budaya yang berlainan. Pada abad ke-7 sampai ke-8 M, kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya ke daerah Semenanjung Malaka sampai Kedah. Keterlibatan orang-orang Islam dalam bidang politik baru terlihat pada abad ke-9 M, ketika mereka terlibat dalam pemberontakan petani-petani Cina terhadap kekuasaan T’ang pada masa pemerintahan Kaisar Hi-Tsung (878-889 M). Akibat pemberontakan itu, kaum muslimin banyak yang dibunuh. Sebagian lainnya lari ke Kedah, wilayah yang masuk kekuasaan Sriwijaya pada waktu itu memang melindungi orang-orang muslim di wilayah kekuasaannya. Kemajuan politik dan ekonomi Sriwijaya berlangsung sampai abad ke-12 M. Pada akhir abad ke-12 M, kerajaan ini mulai memasuki masa kemundurannya. Kemunduran politik dan ekonomi Sriwijaya dipercepat oleh usaha-usaha kerajaan Singasari yang sedang bangkit di Jawa. Kerajaan Jawa ini melakukan ekspedisi Pamaluyu tahun 1275 M dan berhasil mengalahkan kerajaan Melayu di Sumatera. Keadaan itu mendorong daerah-daerah di Selat Malaka yang dikuasai kerajaan Sriwijya melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan tersebut.
Kelemahan Sriwijaya dimanfaatkan pula oleh pedagang-pedagang muslim untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan politik dan perdagangan. Mereka mendukung daerah-daerah yang muncul dan daerah yang menyatakan diri sebagai kerajaan bercorak Islam, yaitu kerajaan Samudera Pasai di pesisir Timur Laut Aceh. Daerah ini sudah disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7 dan ke-8 M. Proses Islamisasi tentu berjalan di sana sejak abad tersebut. Kerjaan Samudera pasai dengan segera berkembang baik dalam bidang politik maupun perdagangan.
Karena kekacauan-kekacauan dalam negeri sendiri akibat perebutan kekuasaan di istana, kerajaan Singasari, juga pelanjutnya, Majapahit, tidak mampu mengontrol daerah Melayu dan Selat malaka dapat berkembang dan mencapai puncak kekuasaannya hingga abad ke-16 M.[5]

C.      SALURAN DAN CARA-CARA ISLAMISASI DI INDONESIA
Sejak masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia memerlukan proses yang sangat panjang dan melalui saluran-saluran Islamisasi yang beragam, seperti perdagangan, kesenian, pendidikan, perkawinan, tarekat (tasawuf. [6]
            Saluran dan cara-caranya antara lain:
1.      Saluran Islamisasi dengan media perdagangan , jalur ini terjadi karena orang-orang Melayu telah lama menjalin kontak dagang dengan orang Arab. Apalagi setelah berdirinya kerajan Islam Malaka dan Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan pedagang Arab datang ke nusantara (Indonesia). Selain mencari keuntungan duniawi, mereka juga mencari keuntungan rohano, yaitu dengan menyiarkan Islam. Dengan kata lain, mereka berdagang dengan menyiarkan agama Islam.
2.      Islamisasi di Indonesia juga menggunakan media-media kebudayaan atau kesenian, sebagaimana yang dilakukan oleh para Wali Sanga di pulau Jawa. Misalnya, Sunan Kalijaga dengan pengembangan kesenian wayang. Sedangkan Sunan Giri menciptakan banyak sekali mainan anak-anak, seperti, jalungan, jamuran , ilir-ilir, cublak suweng, dan lain-lain.
3.      Pendidikan juga mempunyai andil yang sangat besar dalam penyebaran Islam di Indonesia, salah satu lembaga pendidikan yang dikembangkan oleh para ulama dalam mengembangkan syiar Islam ialah melalui pesantren. Para ulama yang menyebarkan Islam di seluruh pelosok nusantara adalah jebolan pesantren tersebut. Dan sampai sekarang, pesantren terbukti menjadi sarana utama dan sangat strategis dalam memerankan kendali penyebaran Islam di seluruh Indonesia.[7]
4.      Islamisasi melalui saluran perkawinan akan lebih menguntungkan jika terjadi antara saudagar Muslim, ulama, atau golongan lain dengan anak perempuan raja, bangsawan, atau anak-anak pejabat kerajaan lainnya. Hal ini mengingat status sosial, ekonomi, dan politik mereka pada konteks waktu itu akan turut mempercepat proses Islamisasi.
5.      Tasawuf juga menjadi saluran penting dalam proses Islamisasi di Indonesia. Tasawuf juga termasuk kategori media yang berfungsi dan membentuk kehidupan sosial bangsa Indonesia yang meninggalkan banyak bukti jelas berupa naskah-naskah antara abad ke-13 dan ke-18 M. Hal ini berhubungan langsung dengan penyebaran Islam di Indonesia dan  memegang sebagian peranan penting dalam organisasi masyarakat di kota-kota pelabuhan. Tidak jarang ajaran tasawuf ini disesuaikan dengan ajaan mistik local yang sudah dibentuk kebudayaan Hindu-Budha. Mereka bersedia memakai unsur-unsur kultur pra-Islam untuk menyebarkan agama Islam.  Menurut A. H. Johns, ajaran Jawa, misalnya, dipertahankan sedangkan tokoh-tokohnya diberi nama Islam, seperti dalam cerita Bimasuci yang disadur menjadi Hikayat Syech Magribi. Ajaran mistik semacam itu juga terdapat pada kelompok-kelompok mistik abad ke-19, seperti Sumarah, Sapta Dharma, Bratakesawa,dan pangestu.[8]
6.      Islamisasi melalui dakwah. Selain oleh para pedagang, Islam juga didakwahkan dan disebarkan oleh para ulama yang memang berniat datang atau ditugaskan untuk mengakarkan ajaran tauhid. Tidak hanya para ulama dan pedagang yang datang ke Indonesia, orang-orang Indonesia pun banyak pula yang mendalami Islam dan datang langsung ke sumbernya, terutama di Mekkah atau Madinah. Kapal-kapal dan ekspedisi dari Aceh terus berlayar menuju Timur Tengah pada awal abad ke-16 M. bahkan, pada tahun 974 Hijriah atau 1566 Masehi, dilaporkan ada lima kapal kesultanan Asyi (Aceh) yang berlabuh di Bandar pelabuhan Jeddah. Selain di Pulau Sumatra, dakwah Islam juga dilakukan dalam waktu yang bersamaan di Pulau Jawa. Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam mengungkapkan, pada tahun 674-675 M, duta orang-orang Ta Shih (Arab) untuk Cina adalah sahabat Rasulllah SAW., yaitu Muawiyah bin Abi Sufyan, yang secara diam-diam meneruskan perjalanan hingga ke Pulau Jawa. Proses dakwah yang panjang, yang salahsatunya dilakukan oleh Walisongo merupakan rangkaian kerja yang dimulai sejak observasi yang pernah dilakukan oleh sahabat Rasulullah SAW., yaitu Muawiyah bin Sufyan.[9]

D. SEBAB-SEBAB ISLAM CEPAT BERKEMBANG DI INDONESIA
Sekitar permulaan abad XV, Islam telah memperkuat kedudukannya di Malaka, pusat rute perdagangan Asia Tenggara yang kemudian melebarkan saypnya ke wilayah-wilayah Indonesia lainnya. Pada permulaan abad tersebut, Islam sudah bisa menjejakkan kakinya ke Maluku, dan yang terpenting ke beberapa kota perdagangan di pesisir Utara pulau Jawa yang selama beberapa abad menjadi pusat kerajaan Hindu yaitu Kerajaan Majapahit. Dalam waktu yang tidak terlalu lama yakni permulaan abad XVII, dengan masuk Islamnya penguasa kerajaan Mataran yaitu Sultan Agung, kemenangan agama tersebut hampir meliputi sebagian besar wilayah Indonesia. [10]
Ada beberapa hal yang menyebabkan agama Islam cepat berkembang di Indonesia. Menurut Dr. Adil Muhyidin Al-Allusi, seorang penulis sejarah Islam dari Timur Tengah, menyebabkan Islam cepat berkembang di Indonesia, yaitu sebagai berikut :
a.      Faktor Agama
Faktor agama, yaitu akidah Islam itu sendiri dan dasar-dasarnya yang memerintahkan menjujung tinggi kepribadian dan meningkatkan harkat dan martabatnya, menghapuskan kekuasaan kelas rohaniwan seperti Brahmana dalam sistem kasta yang di ajarkan Hindu. Masyarakat yang diyakinkan bahwa dalam Islam semua lapisan masyarakat sama kedudukannya, tidak ada yang lebih utama dalam pandangan Allah kecuali karena taqwanya. Mereka juga sama didalam hukum, tidak ada yang di istimewakan meskipun ia keturunan bangsawan. Dengan demikian, semua lapisan masyarakat dapat saling hidup rukun, bersaudara, bergotong royong, saling menghargai, saling mengasihi, bersikap adil, sehingga toleransi Islam merupakan ciri utama bangsa ini yang dikenal dunia dewasa ini. Selain itu akidah sufi kaum muslimin juga ikut membantu memasyarakatkan Islam di Indonesia, karena memiliki banyak persamaan dengan kepercayaan kuno Indonesia, yang cenderung menghargai pada pandangan dunia mistik. Seperti kepercayaan pada tiga dewa, yaitu dewa kecantikan, dewa kemahiran, dan dewa kesenian, yang diwariskan Hindu yang dasarnya menganut animism.

b.      Faktor Politik
Faktor politik yang diwarnai oleh pertarungan dalam negeri antara Negara-negara dan penguasa-penguasa Indonesia, serta oleh pertarungan Negara-negara bagian itu dengan pemerintah pusatnya yang beragama Hindu. Hal tersebut mendorong para penguasa, para bangsawan dan para pejabat di Negara-negara bagian tersebut untuk menganut agama Islam, yang di pandang mereka sebagai senjata ampuh untuk melawan dan menumbangkan kekuatan Hindu. Hal itu dapat di buktikan hingga kini, bahwa apabila semangat keIslaman dibangkitkan ditengah-tengah masyarakat Indonesia, baik di Sumatra, Jawa maupun kepulauan Indonesia lainnya, dengan mudah sekali seluruh kekuatan dan semangat keIslaman itu akan bangkit serentak sebagai suatu kekuatan yang dahsyat.

c.       Faktor Ekonomi
Faktor ekonomis yang pertama diperankan oleh para pedagang yang menggunakan jalan laut, baik antar kepulauan Indonesia sendiri, maupun yang melampaui perairan Indonesia ke China, India, dan Teluk Arab/Parsi yang merupakan pendukung utamanya, karena telah memberikan keuntungan yang tidak sedikit sekaligus mendatangkan bea masuk yang besar bagi pelabuhan-pelabuhan yang disinggahinya, baik menyangkut barang-barang yang masuk maupun yang keluar. Karena perdagangan melalui lautan Indonesia dan India hamper seluruhnya dikuasai pedagang Arab, maka para pejabat dan bangsawan itu yang bertindak sebagai agen-agen barang Indonesia yang akan dikirim ke luar dan sebagai penyalur barang-barang yang masuk ke Indonesia banyak berhubungan dengan para pedagang muslim Arab yang sekligus mengajak mereka.[11]
Dalam waktu yang retalive cepat, ternyata agama Islam dapat diterima dengan baik oleh sebagian besar lapisan masyarakat Indonesia, mulai dari rakyat jelata hingga kaum bangsawan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan agama Islam dapat berkembang cepat di Indonesia. Di antaranya sebagai berikut :
1.      Syarat masuk Islam sangatlah mudah. Seseorang hanya butuh mengucap syahadat untuk bisa secara resmi menganut agama Islam.
2.      Agama Islam tidak mengenal sistem pembagian masyarakat berdasarkan kasta. Dalam ajaran agama Islam tidak dikenal adanya berbedaan golongan dalam masyarakat.
3.      Penyebaran agama Islam dilakukan dengan jalan yang relative damai (tanpa melalui kekerasan).
4.      Sifat bangsa Indonesia yang ramah tamah memberi peluang untuk bergaul lebih erat dengan bangsa lain.
5.      Upacara-upacara keagamaan dalam Islam lebih sederhana.[12]


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Islamlamisasi merupakan suatu proses yang sangat penting dalam sejarah Islam di Indonesia, dan juga yang paling tidak jelas. Ketidak jelasan ini, antara lain, terletak pada pertanyaan kapan Islam datang, darimana Islam berasal, siapa yang menyebarkan Islam di Indonesia pertama kali, dan sebagainya.
Kondisi seperti ini memaksa beberapa pakar untuk memunculkan teori-teori dalam kaitannya dengan Islamisasi dan perkembangan Islam di Indonesia. Paling tidak, ada empat teori yang dimunculkan .
a.       Teori pertama, adalah teori India.
b.      Teori kedua, adalah teori Persia.
c.       Teori ketiga,adalah teori Arabia atau teori Mekah.
d.      Teori keempat, adalah teori China.
Pada abad ke-7 sampai ke-8 M, kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya ke daerah Semenanjung Malaka sampai Kedah. Keterlibatan orang-orang Islam dalam bidang politik baru terlihat pada abad ke-9 M, ketika mereka terlibat dalam pemberontakan petani-petani Cina terhadap kekuasaan T’ang pada masa pemerintahan Kaisar Hi-Tsung (878-889 M). Kemajuan politik dan ekonomi Sriwijaya berlangsung sampai abad ke-12 M. Pada akhir abad ke-12 M, kerajaan ini mulai memasuki masa kemundurannya.
            Saluran dan cara-caranya antara lain:
a.       Saluran Islamisasi dengan media perdagangan.
b.      Saluran Islamisasi dengan kebudayaan atau kesenian.
c.       Saluran Islamisasi dengan pendidikan.
d.      Saluran Islamisasi dengan perkawinan.
e.       Saluran Islamisasi dengan tasawuf.
f.       Saluran Islamisasi dengan dakwah.
Ada beberapa hal yang menyebabkan agama Islam cepat berkembang di Indonesia. Menurut Dr. Adil Muhyidin Al-Allusi, seorang penulis sejarah Islam dari Timur Tengah, menyebabkan Islam cepat berkembang di Indonesia, yaitu sebagai berikut :
1.               Faktor agama.
2.               Faktor politik.
3.               Faktor ekonomi.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan agama Islam dapat berkembang cepat di Indonesia. Di antaranya sebagai berikut :
a.       Syarat masuk Islam sangatlah mudah.
b.      Agama Islam tidak mengenal sistem pembagian masyarakat berdasarkan kasta.
c.       Penyebaran agama Islam dilakukan dengan jalan yang relative damai (tanpa melalui kekerasan).
d.      Sifat bangsa Indonesia yang ramah tamah memberi peluang untuk bergaul lebih erat dengan bangsa lain.
e.       Upacara-upacara keagamaan dalam Islam lebih sederhana.

B.     PENUTUP
                           Demikian pembahasan makalah kami mengenai “Proses Islamisasi di Indonesia”. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan penulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini dan selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pada pemakalah khusunya.


















DAFTAR PUSTAKA

Al-Azizi, Abdul Syukur. Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, Jogjakarta: Saufa, 2014, cet. 1.
Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: AMZAH, 2009, cet 1.
Darsono, dkk. Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam, Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2006, cet 1.
Huda, Nur. Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007, cet. 1.
Sholikhin, M. Sejarah Peradaban Islam, Semarang: RaSAIL, 2005, cet. 1.
Suparman dan Sulasman, Sejarah Islam di Asia dan Eropa Dari Masa Klasik Hingga Masa Modern, Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2013, CET. 1
Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004, cet. 1.
Poesponegoro, Marwati Djoened, Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta: Balai Pustaka, 2008, cet. 2.



[1]  Drs. H. M. Sholikhin, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: RaSAIL, 2005), cet. 1, hlm. 116-117.
[2]  Nur Huda, Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), cet. 1, Hlm. 31-32.
[3]  Sulasman dan Suparman, Sejarah Islam di Asia dan Eropa, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), cet. 1, hlm. 299-301.
[4] Nur Huda, Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), cet. 1, Hlm. 38.
[5]  Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), cet. 2, hlm. 1-4.
[6]  Nur Huda, Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), cet. 1, Hlm. 44.
[7]  Abdul Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Jogjakarta: Saufa, 2014), cet. 1, hlm. 450.
[8]  Nur Huda, Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), cet. 1, Hlm. 46-47.
[9]  Sulasman dan Suparman, Sejarah Islam di Asia dan Eropa, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), cet. 1, hlm. 302-302.
[10]  Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), cet. 1, hlm. 291.
[11]  Samsul Munir Amir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: AMZAH, 2009), Cet. 1, hlm. 316-318.
[12]  Darsono, dkk, Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008), hlm. 7-8.

Komentar