Tririan
Arianto adalah seorang insinyur telekomunikasi. Namun, ternyata
rezekinya justru mengalir deras dari usaha kudapan jamur bermerek Mushroom
Factory. Kini, kudapan jamur produksinya sangat digemari,
khususnya di Surabaya, tempat kelahirannya.
Kini, orang-orang Surabaya memiliki kudapan
favorit baru, yaitu jamur berbumbu berbalur tepung yang digoreng garing,
lengkap dengan sambal dan mayones sebagai pelengkap. Kudapan
ini hasil kreasi Tririan Arianto melalui Mushroom Factory miliknya.
Tak heran jika saban bulan ia mampu meraup
omzet antara Rp 80 juta hingga Rp 100 juta. Ia juga masuk dalam
daftar finalis ajang Wirausaha Muda Mandiri yang digelar Bank Mandiri 2009
lalu.
Bisa dibilang, pria yang akrab dipanggil
Rian ini memulai usahanya dengan kenekatan. Ia mulai membuka gerai
pertamanya September 2008.
Menu Mashroom Factory
Waktu itu, ia menyewa sebuah tempat di mal
Tunjungan Plaza. Ternyata kenekatannya berbuah hasil menggembirakan. Para
pengunjung mal yang berbuka puasa langsung mengerumuni gerai tersebut.
Awalnya, para pengunjung tadi hanya
penasaran. Tapi lama kelamaan, mereka ketagihan.Apalagi waktu itu
harga kudapan jamurnya hanya Rp 7.000 per porsi.
Tiga bulan kemudian, ia pun membuka gerai
di Royal Plaza Surabaya. Lalu berturut-turut ia menambahkan sampai ia memiliki
empat gerai. Akhirnya, banyak yang jadi pelanggan.Bahkan, banyak
dari mereka yang meminta menjadi mitra waralabanya.
Padahal, Rian mengaku belum mengerti
sistem waralaba. Ia hanya tahu bahwa sistem tersebut telah sukses. Misalnya
saja, waralaba Kebab Baba Rafi dengan kudapan ala Timur Tengah-nya. Karena
itu, Rian menawarkan konsep kemitraan dengan bagi hasil 70:30.Dengan sistem
ini, ia berhasil menggandeng enam mitra.
Tapi, mulai November 2009, Rian mulai
menawarkan sistem waralaba Mushroom Factory."Menggunakan sistem waralaba
akan mempercepat pertumbuhan bisnis ini," dalihnya. Rian
berencana, mulai gerai ke sebelas, ia tidak akan campur tangan di pengelolaan
bisnis gerai mitranya. Ia hanya akan berperan sebatas pemasok bahan baku
serta menjalankan promosi.
Sejauh ini, semua gerai Mushroom Factory
baru beroperasi di Surabaya dan sekitarnya.Tapi, kata Rian, bukan berarti tidak
ada yang berniat membuka di kota lain, seperti Jakarta.
Cuma, menurut Rian, kendala membuka gerai
di Jakarta adalah mahalnya sewa tempat di mal. "Di Surabaya, Rp 7
juta sudah mendapat tempat premium, di Jakarta uang segitu hanya mendapatkan
tempat biasa," keluhnya.
Padahal, Rian mengatakan, lokasi gerai
adalah hal penting agar produknya diingat sebagai camilan premium. Beratnya
biaya sewa inilah yang mengakibatkan beberapa peminat mengurungkan niatnya
membuka gerai Mushroom Factory di Jakarta.
Lantaran tak ingin menawarkan waralaba
yang merugi, Rian tengah menghitung ulang untuk menemukan model bisnis yang
tepat. Jadi, usahanya nanti bisa menembus pasar Jakarta.Untuk
memasarkan waralabanya, Rian memanfaatkan peran teknologi. Ia
sadar betul akan kekuatan dunia maya dalam membantu mempromosikan waralabanya. "Saya
rajin memasarkan produk ini melalui Facebook, milis, dan website,"
katanya. Kebetulan, sebagai sarjana teknik jurusan
telekomunikasi, Rian sangat paham tentang seluk-beluk dunia maya.
Sejak
kecil Tririan bercita-cita jadi pengusaha
Ketika masih sekolah, pria dengan sapaan
akrab Rian ini kerap tergiur saat mendengar kisah sukses pengusaha. Selain
tajir, jam kerja pengusaha lebih bebas.
Rian muda dengan mantap memasang cita-cita
sebagai pengusaha. Padahal, dia lahir dari keluarga berlatar belakang
pegawai negeri sipil. Ibu Rian berprofesi sebagai guru dan ayahnya bekerja
di rumah sakit. "Tapi, rencananya saya baru jadi pengusaha
setelah 30 tahun bekerja," kata Rian, mengenang.
Rian lahir di Surabaya, Jawa Timur pada 5
Oktober 1983. Dia mengenyam pendidikan dasar sampai atas di
Sidoarjo. Sampai SMP, Rian mengaku tidak terlalu aktif mengikuti
kegiatan di luar sekolah.
Baru pada saat SMA dia mulai mengikuti
kegiatan ekstrakurikuler. Ketika kuliah di Sekolah Tinggi Telekomunikasi Telkom,
Rian benar-benar aktif melakukan berbagai kegiatan. Dengan
pintar, dia membagi waktu untuk kuliah dan aktif di berbagai organisasi kampus,
hingga menjadi asisten dosen.
Selesai kuliah, Rian hijrah ke Jakarta. Dia
bekerja di sebuah vendor telekomunikasi. Baru beberapa bulan
bekerja, Rian mendapat tugas membangun sistem 3G di Surabaya selama enam bulan.
Setelah itu, Rian mendapat pekerjaan baru
di operator telekomunikasi dan bertugas di Makassar, Sulawesi Selatan. Dia
menjadi wakil manajemen di sana. Sekitar empat bulan
kemudian, perusahaan memintanya pindah ke Jakarta. "Tapi
saya tolak karena sebenarnya kurang suka dengan kondisi Jakarta," kata
Rian.
Lalu, Rian bekerja di Riyadh, Arab Saudi. Bekerja
di luar negeri memang salah satu keinginan Rian yang terpendam. Kebetulan,
tawaran itu datang dan dia nekat mengiyakan saja, walau hanya bermodal
penguasaan bahasa Inggris dan Arab yang pas-pasan.
Bersama dua orang temannya, Rian berangkat
ke Arab Saudi. Baru tiga bulan bekerja, ada salah satu temannya yang
merasa kurang cocok dan ingin pulang. Dengan alasan
solidaritas, ketiganya kembali ke Indonesia.
Baru ketika di Indonesia, Rian mulai
berpikir memulai wirausaha. Apalagi setelah mencicipi gaji bermata uang asing, dia
kesulitan menemukan pekerjaan dengan gaji yang setara.Bermodal tabungan selama
bekerja, pria yang hobi membaca ini mencari peluang bisnis.
Ketika tiba di Surabaya, Rian bertemu
dengan salah seorang temannya yang biasa berjualan jamur di pasar. Sang
teman menceritakan ia kerapkali harus menderita rugi apabila jamur segar
dagangannya tidak laku. Umur efektif jamur segar yang layak konsumsi memang
hanya dua hari.
Kebetulan, Rian sempat memodali usaha
pengolahan jamur salah seorang temannya di Bandung. Meski
usaha keripik jamur tidak berhasil, rupanya Rian cukup terkesan dan menjadi
inspirasi untuk memulai usaha baru olahan jamur di Surabaya.
Saat itu, di Surabaya sedang tren kudapan
kentang berbumbu. Rian lantas terpikir untuk mengadaptasi kudapan itu
dalam bentuk jamur. Dia lalu menawarkan konsep itu kepada temannya.
Sang teman sepakat. Keduanya
mencoba-coba resep dan melakukan uji coba kepada teman-teman dekat hingga akhirnya
menemukan racikan yang tepat. Dua orang ini lantas patungan dan terkumpullah uang
sebesar Rp 35 juta.
Modal patungan tersebut untuk membeli
aneka peralatan masak lengkap, bahan baku, serta sewa stan di Tunjungan Plaza,
Surabaya. Dan, lahirlah produk utama Mushroom Factory, yaitu
jamur yang berbalut tepung yang digoreng kering.
Rian menyajikan jamur ini dalam kemasan
premium. Ada dua pilihan rasa, yakni original dan tasty. Rasa
original mengandalkan saus sambal dan mayonaise.
Sedangkan rasa tasty memakai keju, bumbu
barbeque, dan sambal tabur. Dalam perkembangannya, Mushroom Factory juga menambah
produk-produk lain, seperti brokoli, bawang bombay, dan jamur Enoki impor,
dalam produknya.
Untuk mengamankan pasokan jamur, Rian
menjalin kerjasama dengan puluhan petani jamur di Surabaya.
Wirausaha
itu seperti berenang
Mushroom Factory resmi beroperasi sejak
September 2008 dan dalam waktu yang cukup singkat, bisnis ini menghasilkan duit
yang cukup besar bagi Rian. Kenyataan ini membuat Rian melupakan niat awalnya
berbisnis untuk sekadar rehat sebelum mencari pekerjaan baru.
Rian mengaku tak tertarik lagi menjadi
karyawan, walau keputusan ini menimbulkan sedikit masalah. Orang
tuanya sulit menerima kenyataan anaknya bukan pegawai. Mereka
selalu menyuruh Rian mencari pekerjaan baru.
Untuk menjaga hubungan dengan orang tua,
Rian pura-pura bekerja sebagai pegawai kantoran. Dia melakukan sedikit
kamuflase dengan cara berangkat pagi dan pulang agak malam, layaknya seorang
karyawan kantoran.
Padahal, sepanjang hari Rian mengurusi
gerai Mushroom Factory. Sesekali, dia melayani langsung konsumen sambil
mengobrol untuk mengetahui pendapat mereka mengenai produknya.
Setelah beberapa bulan berjalan dan hasil
usahanya terlihat, Rian akhirnya memberitahukan orang tuanya tentang statusnya
sebagai pengusaha. Butuh waktu setahun untuk meyakinkan orangtua bahwa
bisnis ini bisa menghidupinya. "Apalagi setelah bisnis saya masuk koran dan
televisi," kata Rian.
Sebenarnya, penolakan dari orangtua ini
bukan hambatan utama Rian. Dia mengaku sempat mengalami kesulitan mengubah pola
pikir dari seorang pegawai menjadi pengusaha.
Rian nekat untuk melakukan pekerjaan baru
ini. Pria yang hobi meriset ini membuat analogi dunia
wirausaha seperti berenang. Hanya dengan belajar teori saja tidak cukup. Orang
harus melakukan kegiatan ini untuk bisa menguasainya.
Dia mengakui, banyak orang yang telanjur
berpandangan bahwa menjadi pengusaha itu sulit dan penghasilannya tidak pasti. Namun
bila seseorang berhasil mengubah pola pikir ini, mereka akan lebih mudah
mengumpulkan keberanian menjadi pengusaha.
Kesulitan finansial juga sempat
menghampiri Rian kala membuka outlet pertama. Duit hasil patungan
ternyata tidak cukup. Lagi-lagi Rian nekat. Kali ini dia memakai
dulu alokasi duit untuk membiayai pernikahan. Untungnya, dia bisa
mengembalikan duit itu dari bisnisnya dan pernikahannya berlangsung sesuai
rencana.
Usaha itu berkembang semakin pesat. Rian
berencana membuka restoran jamur. Dia sudah memiliki
beberapa masakan yang sudah siap masuk daftar menu. Nantinya,
Rian bercita-cita, produk olahan jamur, seperti sosis dan nugget jamur, bisa
menjadi oleh-oleh khas Surabaya.
Rian juga melebarkan sayap usaha dengan
menjadi produsen dan distributor keripik jamur bernama Tiramizzu. Sambutan
konsumen cukup baik. Pada bulan pertama usahanya, Rian mengirimkan hampir
1.000 kemasan keripik jamur kreasinya ke seluruh Indonesia. Kini
Rian tengah menyiapkan website untuk mempromosikan keripik berharga jual Rp
12.000 per kemasan itu.
Selain menjadi pengusaha jamur, Rian juga
menjadi agen sandal, berinvestasi di dunia telekomunikasi, dan sekaligus
memiliki waralaba enam outlet teh poci. Selain itu Rian
bercita-cita menyulap sebidang tanah dekat rumahnya menjadi sebuah pesantren
wirausaha.
Rian mengaku betah menjadi pengusaha,
meski hingga kini masih banyak tawaran yang datang kepadanya untuk menjadi
karyawan telekomunikasi di luar negeri dengan gaji besar.Penghasilan bulanannya
sebagai pengusaha sudah bisa mengalahkan gajinya sebagai pegawai perusahaan
telekomunikasi di Indonesia dulu. Rian memasang target
untuk bisa meraup pendapatan lebih besar dari bekerja di luar negeri.
Kini Rian mengaku bisa menjalani hidupnya
dengan lebih santai. Dia hanya ke kantor kalau ada kebutuhan. Bila
tidak, dia lebih suka menghabiskan waktu untuk mempromosikan bisnisnya melalui
dunia maya.
Untuk info lebih lanjut tentang Mashroom
Factory, teman-teman bisa kunjungi website-nya. Semoga menginspirasi ^ _ ^
Komentar
Posting Komentar
Jangan lupa komentarnya ya....!!!!!